KU(KU)BUR
(Oleh: Dinda Ahlul Latifah)
Suara jeritan jangkrik membuat malam kehilangan aroma romantisnya.
Bau dendam tiba tiba saja tercium sangat menusuk, bulan menjadi murung,
ketakutan dan berlari lari mencari tempat persembunyian. Jeritan jangkrik itu terdengar
semakin keras, ia meringgis, kesakitan. Seorang wanita terpaksa mengakhiri
kemesraannya dengan selimut tebal diatas dekapan kasur empuk disebuah kamar, ia
lalu mengintip keluar lewat jendela kamarnya yang berlubang, angin angin nakal
berlomba lomba masuk tanpa izin, kesal. Wanita itu tak punya cara untuk
mengusirnya.
“Mira” sebuah suara panggilan membuat wanita yang sedang bertengkar
dengan tamu tak diundang dirumahnya itu segera menyudahi perang malamnya. Ia
biarkan angin angin nakal itu tidur dibawah kolong kasur, menemani bangkai
tikus yang belum sempat ia kuburkan, tikus itu mati karena terkena perangkap
roti racun, mira memenangkan pertandingan.
“Kamu udah pulang?” Mira berjalan melewati lorong rumahnya yang
gelap, rumah kecil itu sempit namun memiliki banyak ruangan semut untuk bersembunyi. Mira sering
menyembunyikan kesedihan, kekesalan, bahkan ketakutannya di beberapa lubang
semut yang bersarang di sudut sudut rumah.
“Ya, cepat bantu aku mengamankan ini”! Seorang lelaki terengah
engah, keringat mengucur deras diwajahnya yang ternoda oleh darah. Mira terdiam
beberapa saat. Lelaki didepannya adalah lelaki ia biarkan merobek selaput
daranya beberapa jam setelah ijab kabul beberapa tahun lalu. Lelaki didepannya
adalah lelaki yang mengamini segala asa dan mimpi kehidupan mereka. Lelaki
didepannya adalah lelaki yang menyeret Mira pada sebuah peperangan busuk yang
jahanam, Tuhan membiarkan Mira diculik pada kegelapan kelam oleh lelaki itu.
“Jangan bilang kamu bawa mayat itu kesini?” Mira curiga pada sebuah
koper berwarna hitam yang dibawa suaminya, koper super besar itu mengeluarkan
bau darah yang sangat menyengat. Jangan jangan ini yang membuat jangkrik
jangkrik itu teriak ketakutan.
“Iya. Aku harus menguburnya disini. Tadi hampir saja aku dipergoki,
untung aku sigap. Pembunuh bayaran kelas dewa tak akan terkalahkan” Lelaki itu
tertawa menang diatas bayang bayang dosa yang bisa menenggelamkan mereka kapan
saja.
“Mas Arman! kamu gila! kamu bawa mayat yang kamu bunuh itu ke rumah
kita? kamu mau bikin rumah kita jadi sarang setan? jadi sarang kutukan?” Mira
menjerit dalam kemarahan. Darah pembunuh bayaran memang telah menyatu dengan
dirinya, ia menikmati lembar demi lembar uang hasil setiap nyawa dan darah yang
melayang. Profesi jahanam ini sudah digeluti Arman sejak 2 tahun lalu. Suaminya
adalah salah satu dari agen rahasia dalam sebuah sindikat peembunuh bayaran
berlisensi. Sebelum menjadi pembunuh bayaran, Arman adalah seorang pemain sepak
bola dalam sebuah klub ternama, namun cedera kaki yang tak kian sembuh membuat
ia harus banting setir menjadi malaikat izroil gadungan.
“Mira! Orang tolol mana yang akan menyangka bahwa ada kuburan dan
mayat mayat dirumah kita ini” Arman mencoba menenangkan istrinya yang tengah
hamil muda.
“Tapi, seminggu lalu kamu bilang bahwa anak walikota itu adalah
korban terakhir kamu. Terus kenapa sekarang kamu bunuh orang lagi? uang kita
sudah cukup banyak, kita bisa pindah dari kota jahanam ini, kita bisa buka
bisnis tanpa harus takut ditangkap malaikat izroil lalu disiksa olehnya karena
sudah mencuri tugasnya” Mira tak bisa mengendalikan emosinya, ia sudah
dihantui rasa takut selama bertahun
tahun, nyawa demi nyawa yang melayang ditangan suaminya selalu datang dalam
mimpinya, meminta pertolongan, meminta pertanggung jawaban.
“Kamu jangan bodoh! Kalau aku pergi atau kabur justru nyawa kitalah
yang terancam, kontrak aku sebagai juru eksekusi masih sisa 1 tahun lagi.
Sabarlah kamu, sehabis kontrak itu habis aku janji kita akan menebus semua dosa
kita. Lagi pula selama ini Tuhan diam saja, dia tak pernah menyuruhku diam atau
berhenti membunuh. Aku juga curiga jangan jangan kekuasanNya telah terbunuh”
Mira menangis sesenggukan, apa lagi yang bisa ia perbuat sekarang.
Ia telah terlanjur menjadi istri dari seorang pembunuh bayaran yang diburu
intelijen dan polisi, sekaligus pembunuh yang paling diandalkan dikancah
persaingan teror perpolitikan.
“Aku mau kita operasi plastik, mas! Aku gak mau semua orang tahu
kalau kita ini pembunuh! Aku gak mau anak cucu kita dikutuk. Aku mau kamu rebut
lagi semua cahaya dan cinta yang dibawa mati sama mayat mayat yang pernah kamu
bunuh, bawa pulang lagi kerumah ini, bawakan lagi cinta itu mas, aku gak mau
cinta kita di oplos kutukan! Aku haus! Tuhan sepertinya sudah malas memayungi
kita”
“Ngomong apa kamu? Ya,
terserah kamu! sekarang yang penting cepat bantu aku menguburkan dan
menyembunyikan mayat selingkuhan anggota DPR ini, Kepalanya sudah aku buang di
sungai, tinggal badannya, aku malas mencari tempat aman untuk pembuangan mayat
wanita jalang ini” Arman menyeret Mira dengan kasar, Mira tak kuasa melawan.
Masih ada butir butir cinta yang tersisa dan menari nari untuk Arman dihatinya.
Dengan pasrah Mira membantu Arman, ia segera mengambil sekop
digudang rumahnya. Dibantunya Arman untuk mengangkat koper besar yang
mengeluarkan bau darah menyengat itu. Sekali lagi, Mira melakukan semuanya atas
nama cintanya pada calon ayah dari janin yang ia kandung.
“Jadi, kamu mutilasi wanita ini mas”? tanya Mira penasaran
“Iya, wanita ini adalah wanita panggilan tersohor dikalangan
pejabat. Tadi aku tikam dia di parkiran hotel sehabis dia tidur dengan salah
satu anggota DPR. Wanita ini meludahiku, aku tak terima diludahi oleh calon
mangsaku sendiri, ku robek mulutnya dengan pisau, ku cabik cabik wajahnya
sampai matanya keluar, karena jijik kuputuskan untuk memutuskan kepalanya, ku
ikat dia disebuah jalan kosong diperbukitan, lalu kulindas tepat dilehernya.
Sialnya saat akan ku buang jasadnya, ada sebuah mobil truk lewat, terpaksa ku
buang kepalanya dulu dan badannya kusimpan di koper” Arman menceritakan aksi
pembunuhannya seolah sedang menceritakan adegan film pembunuhan, namun ia
sendirilah yang menjadi aktornya. Mira takjub dengan cerita suaminya itu, namun
ada rasa ngeri yang menari nari dibenaknya, masih terasa mimpi lelaki yang
penuh cinta itu bisa bertindak seperti iblis.
Mira dan Arman pun menyeret koper berisi mayat itu ke halaman
belakang rumahnya. Arman meraih sekop lalu membuat lubang galian, sementara
Mira mengambil seember semen berdasar perintah suaminya.
“Kita bakal kubur disini?” Tanya Mira ragu
“Iya. Nanti diatasnya kita bangun gazeboo mini untuk tempat santai
kita disore hari” Jawab Arman tersenyum. Mira langsung merasa merinding, mana
mungkin dia sudi bersantai diatas kuburan seorang wanita tanpa kepala.
Lubang galian sedalam 2 meter sudah berhasil digali, Arman
memerintahkan Mira untuk menggeser koper itu ke dekat lubang. Mira merasa
penasaran, ia memutuskan membuka koper itu sebelumnya. Tangannya gemetaran,
keringatnya tak tertahankan, baru kali ini ia berani nekad untuk ingin melihat
mayat korban suaminya. Dibukanya koper itu, perlahan tapi pasti, Mira
membukanya. Mira kaget, matanya terbelalak, mayat wanita tanpa kepala itu tidak
terbungkus sehelai benang pun, alias telanjang.
“Ahh!” Mira teriak ketakutan, ia segera menjauh
“Apa-apaan kamu? kalau ada yang lihat atau dengar gimana?” bentak
Arman emosi
“Kamu apakan wanita ini? kamu tidak memperkosa wanita itu kan
sebelum kamu membunuhnya?” Tanya Mira curiga. Arman tidak menjawab, ia sibuk
merapikan koper, lalu menyeretnya masuk kedalam lubang. Malam semakin menusuk,
suara teriakan jangkrik semakin nyaring dan keras, sepertinya kini jangkrik
jangkrik itu mengajak gerombolan jangkrik lainnya untuk menyaksikan prosesi
penguburan mayat tanpa kepala ini, angin jahat pun seperti takut untuk
menghampiri. Mira merasa ditikam disegala arah, ia merasa kehilangan
kemanusiannya.
Tuhan, dimana Kau? tanya Mira pada dirinya sendiri.
“Mas Arman! Demi Tuhan! kamu tidak memperkosa wanita itu dulu kan”
tanya Mira sekali lagi.
“Cerewet kamu! cepat bantu aku mengubur, memang kalau iya kenapa?
Toh dia sudah jadi mayat sekarang! “ Jawab Arman tanpa dosa sambil terus
menutupi lubang dengan gundukan tanah. Mira kehilangan akal sehatnya, cintanya
pada Arman seakan ikut terkubur dan dibawa mati oleh nyawa nyawa yang melayang
karena dibunuh Arman, cintanya sekana telah dikutuk oleh setan setan itu. Cinta
Mira pada Arman lenyap,mati,terkubur,terkutuk.
Sebuah rahasia besar terungkap, sindikat pembunuh bayaran
terbongkar. Mereka semua diringkus polisi, markas mereka dikepung tadi malam.
Semua otak dan dalang dijebloskan ke penjara paling hina, semuanya. Kecuali
Arman. Arman yang menjadi satu dari 3 orang pembunuh bayarn paling diburu
hilang tanpa jejak sejak beberapa bulan lalu. Tidak ada seorang pun yang tahu
keberadaan Arman. Keluarga korban menyumpahi Arman diculik dan disiksa didalam
kubur oleh mayat mayat yang ia pernah ia bunuh. Arman benar benar hilang,
lenyap ditelan bumi.
Suara jeritan dan tangis
terdengar dari sebuah klinik persalinan. Mira melahirkan anaknya, seorang bayi
lelaki mungil yang berhasil membawanya pada sebuah cahaya, meninggalkan
kegelapan.
“Selamat datang didunia,nak” Mira menggendong dan memeluk bayi itu
erat erat. Namun tak ada Arman disisinya, hanya ia dan bayinya. Senyum
kebahagiaan terpancar dari wajah Mira.Mira pun pulang membawa bayinya, sejuta
harapan tumbuh, dosa dan takut mulai melunak.
Mira mulai berkemas, rumah yang ia tempati bersama Arman selama 5
tahun ini harus ia jual dan ia tinggalkan. Kini setelah kelahiran anaknya, Mira
tak mau kutukan itu terus mengikuti bahkan menjalar pada anaknya yang tidak
berdosa. “Semua kenangan indah dan jahanam dirumah ini telah aku kubur bersama
cintaku padamu, Mas Arman” sahut Mira sambil memandangi sebuah foto pernikahan
diruang tengah. Mira pun menggendong bayinya, ia berjalan menuju halaman
belakang rumah. Menatap sebuah tanah yang diatasnya mulai ditumbuhi rumput
rumput liar, Mira meneteskan air mata karena dulu ditanah itu ia pernah
melakukan dosa paling hina dengan Arman.
“Sayang, ucapkan selamat tinggal sama papa” Ucap Mira sambil
mengecup kening bayinya. Bayi itu pun menangis kencang, seakan merasakan pahit
dan perih yang Mira rasakan. Mira pun resmi meinggalkan rumah terkutuk itu, ia
menutup pintu rumah itu dan menguncinya dengan penuh amarah. Ia kurung semua
dosa, amarah,dendam,dan kenangan buruk didalamnya. Bersamanya, didalam rumah
itu terkubur segala dosa dan cinta untuk semuanya. Sebuah rahasia ia
sembunyikan disana, tentang mayat perempuan tanpa kepala yang terkubur
dihalaman belakang rumahnya dan tentu saja, tentang jawaban besar mengapa
suaminya tak pernah diketemukan, semuanya telah ia kubur dibawah tanah dosa.
“Maafkan aku Mas Arman. Biarlah aku yang menguburmu dengan tanganku
sendiri, dengan seonggok cinta yang masih tersisa, dengan segenggam do’a
padaNya agar kau tak dibuang ke neraka, aku tak mau kamu membusuk dipenjara
sebagai pembunuh yang terhina. Biarkan aku membesarkan anak ini, biarkan anak
ini tak pernah tahu bahwa ayah dan ibunya adalah seorang pembunuh,semoga dosa
kita telah tertebus” –Mira-